Pemilu, Kejelian Rakyat Memilih Pemimpin dan Wakil yang Amanah Oleh : Dede Farhan Aulawi (Pemerhati Pemilu)

Pemilu, Kejelian Rakyat Memilih Pemimpin dan Wakil yang Amanah Oleh : Dede Farhan Aulawi (Pemerhati Pemilu)

SERGAP.CO.ID

OPINI, || Suatu negara yang berdaulat pasti memiliki pemerintahan yang pada umumnya dipilih melalui suatu mekanisme yang sesuai dengan konstitusi di masing – masing negara. Satu sama lain tentu ada persamaan dan ada juga perbedaannya karena setiap negara memiliki karakteristik, sejarah dan sistem yang mungkin berbeda juga. Begitupun dengan Indonesia yang senantiasa menyelenggarakan pemilu secara konsisten setiap lima tahunan. Baik untuk memilih Presiden dan DPR RI, Gubernur dan DPRD Propinsi, maupun Bupati/ Walikota dengan DRPD kabupaten/ kota. Pemilu merupakan sebuah konsekuensi logis dari suatu negara demokrasi, dimana rakyat bisa secara bebas memilih calon eksekurif dan legislatif sesuai dengan hati nurani dan keyakinannya terhadap orang – orang yang diyakini bisa menjadi pemimpin dan wakil yang amanah. Dimana muara akhirnya diharapkan agar para pemimpin dan wakilnya di DPR/ DPRD itu bisa menjalankan fungsi sesuai tupoksi dan kewenangannya dalam mengantarkan seluruh rakyat ke gerbang kesejahteraan dan kemakmuran.

Dalam prakteknya tentu tidak mudah untuk mewujudkan harapan ideal tersebut karena banyak faktor yang mempengaruhinya. Tetapi setidaknya bisa mendekati harapan ideal tersebut meskipun tentu masih ada beberapa kekurangan disana sini. Namun demikian tentu harus ada niat dan itikad yang baik agar penyelenggara pemilu, baik KPU maupun Bawaslu bisa menyelengarakan tugas dan kewajiban dengan baik, jujur, adil dan transparan. Di samping itu jangan melupakan semangat untuk terus melakukan perbaikan secara berkesinambungan, terutama peluang pemanfaatan teknologi digital dalam penyelenggaran pemilu yang berkualitas, cepat, efektif dan efisien.

Kita tahu bahwa indonesia itu sebuah negara yang besar, terbentang luas dari Sabang sampai Merauke, dan masyarakatnya tersebar di berbagai pulau yang jumlahnya belasan ribu. Tentu bukan hal yang mudah dalam penyelenggaraan pemilu tersebut karena berbagai keterbatasan yang ada, sehingga mengembangkan pola fikir penyelenggaraan pemilu yang efisien harus menjiwai semangat penyelenggaran pemilu yang tentu juga harus berkualitas.

Pemilu pada dasarnya merupakan suatu mekanisme pemilihan calon pemimpin dan para wakilnya di lembaga legislatif yang juga menandai kemungkinan adanya pergantian kekuasaan atau suksesi kepemimpinan melalui suatu prosedur yang ditetapkan oleh suatu perundangan – undangan yang berlaku. Esensi penyelenggaraan pemilu ini tentu dinilai sangat penting dan strategis karena menjadi instrumen penentu arah kebijakan publik satu negara. Jika ditinjau dari aspek sejarah, Pemilu di Indonesia sudah dilakukan sejak tahun 1955. Dimana saat itu hanya memilih anggota dewan perwakilan (legislatif) seperti DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota. Selanjutnya merelah yang memilih Presiden, Gubernur ataupun Walikota/ Bupati. Oleh karena itu, pada masa tersebut istilahnya disebut pemilihan tidak langsung karena rakyat tidak langsung menentukan pemimpinnya di eksekutif.

Pada masa orde baru, Indonesia menganut asas Pemilu yang disingkat LUBER, yaitu singkatan dari Langsung, Umum, Bebas, dan Rahasia. Namun, setelah amandemen keempat UUD 1945 pada 2002, Pilpres (Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden) yang semula dilakukan oleh MPR disepakati untuk dimasukan keadalam rangkaian Pemilu, sehingga pada tahun 2004 rakyat untuk pertama kalinya bisa melakukan pemilihan langsung terhadap Presiden dan wakil Presiden, artinya pemilihan wakil di legislatif satu rangkaian dengan pemilihan eksekutifnya.

Pemilu secara ideal merupakan sebuah rangkaian mekanisme pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, serta wakil – wakil rakyat di parlemen yang benar – benar dipercaya oleh rakyat, dipilih oleh rakyat, berasal dari rakyat dan akan bekerja untuk kepentingan rakyat. Coba saja diperhatikan saat kampanye, semua calon pasti akan menjanjikan kesejahteraan untuk rakyat, atas nama rakyat dan demi rakyat. Meskipun dalam praktek setelah terpilih, kadangkala banyak kebijakan yang dinilai jauh dari keberpihakan terhadap rakyat. Hal ini tentu sangat menarik untuk diteliti lebih jauh agar realitas kebijakan setidaknya mendekati konsep yang telah dijanjikan saat kampanye.

Satu hal yang tidak bisa dipungkiri adalah masih adanya praktek money politics dan pemilihan yang bersifat transaksional, meskipun dalam pembuktiannya kadangkala tidak mudah. Hal ini menyebabkan biaya politik menjadi tinggi, sehingga ikatan batin antara rakyat dengan orang – orang yang mewakilinya tidak kuat. Para calon umumnya mendekati rakyat saat kampanye atau mendekati pemilihan saja, tetapi setelahnya rakyatpun banyak yang dilupakan. Tentu tidak semua anggota dewan begitu, karena masih banyak juga anggota dewan dan pemimpin yang baik.

Coba perhatikan berbagai poster, spanduk dan berbagai alat peraga kampanye lainnya. Rata – rata orang jadi kelihatan pada “alim”, rakyat kecil dirangkul, si miskin dibela, bahkan simbol – simbol religiusitas dipertontonkan seolah ingin mengatakan bahwa dirinya beriman, cerdas, bersih dan merakyat. Namun saat sudah terpilih, duduk di singgasana penuh kehormatan, rakyat seringkali dilupakan atau terlupakan. Sekali lagi tidak semua begitu, tapi memang ada juga yang begitu.

Kemudian jika kita melihat tujuan penyelenggaran pemilu diantaranya adalah untuk melaksanakan kedaulatan rakyat, perwujudan hak asasi politik rakyat, memilih wakil-wakil rakyat yang duduk di DPR, DPD dan DPRD, serta memilih Presiden dan Wakil Presiden, juga untuk melaksanakan pergantian personal pemerintahan secara damai, aman, dan tertib (secara konstitusional) dan untuk menjamin kesinambungan pembangunan nasional.

Sementara itu azas pemilu adalah Langsung – umum – bebas – rahasia (LUBER). Sedangkan sikap prilaku penyelenggara pemilu jujur dan adil agar mampu menghasilkan pemilu yang berkualitas dan legitimate. Langsung berarti rakyat memilih wakil rakyatnya dengan hak yang dimiliki, sesuai kehendak hati nurani tanpa perantara. Jadi saat memilih kita nyoblos/mencontreng sendiri, tidak meminta bantuan teman untuk diwakilkan. Asas umum berarti semua warga Indonesia yang sudah memenuhi syarat sesuai dengan peraturan perundangan sudah berhak mengikuti pemilu. Tidak melihat jenis kelamin, suku, ras, agama, pekerjaan dan lain-lain. Asas bebas berarti bahwa tiap warga Negara yang sudah berhak memilih dan akan menggunakan haknya dijamin keamanan dalam melakukan pemilihan, bebas dalam menentukan pilihan tanpa adanya pengaruh, tekanan dan paksaan dari pihak manapun dan dengan cara apapun. Azas rahasia berarti rakyat yang akan melaksanakan haknya diberikan jaminan tidak akan diketahui oleh siapapun dengan jalan apa pun siapa yang dipilihnya (Secret Ballot). Asas jujur mempunyai arti dimana penyelenggara pemilu, aparat, peserta, pengawas, pemantau, pemilih serta semua pihal yang terkait harus bersikap dan bertindak jujur sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Asas adil berarti adanya perlakuan yang sama terhadap peserta pemilu dan pemilih, tidak adanya pengistimewaan atau diskriminiasi terhadap peserta atau pemilih tertentu. Asas LUBER berkembang di era Reformasi, dimana ditambahkan Jujur dan Adil atau disingkat JURDIL.

Selain itu karena praktek biaya yang harus dikeluarkan oleh negara dalam rangkaian penyelenggaraan pemilu ini sangat besar, maka diperlukan inovasi dan terobosan kreatif berbasis agar mampu diselenggarakan secara lebih efisien dan lebih berkualitas. Misalnya saja pemanfaatan teknologi digital sebagai media pemungutan suara, kampanye digital yang beretika dan santun, sosialisasi peraturan, penyelesaian sengketa pemilu, dan lain – lain. Tentu didalamnya juga harus disertai perangkat dan mekanisme pengawasan yang efektif guna menjamin kejujuran dan keadilan prosesi dan hakikat pemilu itu sendiri. Dengan demikian kemungkinan dugaan terjadinya praktek kecurangan pemilu bisa diminimalisir, rakyat lebih percaya, dan pemerintahan yang dihasilkan bisa lebih legitimate. Inilah konsep dasar Inovasi Sistem Penyelenggaraan Pemilu Berbasis Teknologi Digital agar menghasilkan pemilu yang berkualitas, efektif dan efisien.

Selain itu tentu diperlukan kejelian rakyat secara selektif untuk benar – benar mampu memilih calon pemimpin maupun pawa wakilnya di DPR/ DPRD/ DPD yang amanah dalam membela kepentingan rakyat. Pemilu sebelumnya harus dijadikan cermin untuk mengetahui siapa – siapa saja pemimpin dan wakil rakyat yang dinilai tidak amanah, lalu tentu sebaiknya tidak dipilih lagi. Pilihlah mereka – mereka yang selama ini memiliki rekam jejak pengabdian jelas dan ikhlas untuk kemajuan negeri ini. Dimana ia selalu bekerja dan mengabdi penuh dengan dedikasi, berkarakter dan memiliki integritas yang kuat serta mampu menjaga marwah dan kehormatan bangsa dan negara. Rakyat jangan lagi menentukan pilihan berbasis transaksi atau sogokan, karena jika itu masih dilakukan maka dia bisa mengkhianati kepercayaan yang anda titipkan.

(**)

Pos terkait

(adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({});

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.